Perusahaan media sosial X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, tengah menghadapi sorotan tajam dari regulator Uni Eropa (UE). Perusahaan milik Elon Musk ini memberikan klarifikasi kepada otoritas antimonopoli UE terkait kebijakan centang biru (blue tick) yang menuai kontroversi.
Klarifikasi tersebut bertujuan menghindari sanksi berupa denda besar dari regulator. Komisi pengawasan antimonopoli UE sebelumnya telah melayangkan dakwaan kepada X terkait penggunaan centang biru yang dianggap menyimpang dari praktik industri.
Perubahan Kebijakan Centang Biru X dan Reaksi UE
Sebelum diakuisisi Elon Musk pada 2022, centang biru di Twitter hanya diberikan kepada tokoh publik terverifikasi, seperti pejabat pemerintahan dan selebriti. Hal ini bertujuan untuk memastikan keaslian akun dan mencegah penyebaran informasi palsu.
Namun, kebijakan tersebut berubah drastis setelah Musk mengambil alih. Kini, siapa pun dapat membeli centang biru untuk memverifikasi akunnya, terlepas dari status publik figur mereka.
Perubahan mendadak ini telah memicu kontroversi dan menimbulkan kekhawatiran dari regulator, termasuk Komisi Eropa. UE menilai kebijakan baru X tidak sesuai dengan praktik industri yang berlaku dan berpotensi melanggar peraturan.
Tanggapan X dan Investigasi yang Berlanjut
Dalam tanggapannya kepada regulator UE, X membantah telah melakukan kesalahan. Perusahaan berpendapat bahwa tampilan mencolok dari centang biru bukanlah masalah yang perlu ditangani oleh aturan dan regulator di UE.
Namun, otoritas antimonopoli UE tetap melanjutkan penyelidikan. Seorang juru bicara komisi menegaskan bahwa investigasi terkait kebijakan centang biru masih berlangsung.
Penyelidikan ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Layanan Digital (Digital Service Act) yang mewajibkan platform online besar untuk aktif menanggulangi konten ilegal dan berbahaya. Kegagalan memenuhi kewajiban ini dapat berakibat pada denda hingga 6 persen dari pendapatan tahunan global perusahaan.
Implikasi Hukum dan Masa Depan Kebijakan Centang Biru
Jika terbukti melanggar peraturan, X berpotensi menghadapi denda yang sangat besar. Besaran denda ini dapat mencapai angka signifikan mengingat pendapatan global X yang mencapai miliaran dolar.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan besar terkait masa depan kebijakan verifikasi akun di platform media sosial. Regulator di seluruh dunia kemungkinan akan semakin ketat dalam mengawasi kebijakan serupa yang diterapkan oleh platform online lainnya.
Peristiwa ini juga menggarisbawahi pentingnya regulasi yang kuat dalam industri teknologi untuk melindungi pengguna dan memastikan transparansi di dunia maya. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan teknologi besar dalam menjalankan bisnisnya.
Kesimpulannya, perubahan kebijakan centang biru oleh X telah memicu investigasi serius oleh Uni Eropa. Hasil investigasi ini akan memiliki implikasi yang luas, tidak hanya untuk X, tetapi juga untuk industri media sosial secara keseluruhan.
Ke depannya, kita dapat mengharapkan pengawasan yang lebih ketat dari regulator global terhadap kebijakan verifikasi akun dan praktik bisnis platform media sosial guna memastikan keadilan dan transparansi bagi semua pengguna. Perubahan ini diprediksi akan membentuk landasan baru dalam mengatur platform media sosial agar lebih bertanggung jawab.