Banyak perempuan mengalami pengalaman yang menyakitkan: diperlakukan dengan sangat baik oleh seorang pria, hanya untuk kemudian ditinggalkan tanpa penjelasan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai *ghosting*. Perlakuan manis tersebut seringkali membuat korban terlena dan tidak menduga akan berakhir dengan penolakan yang begitu menyakitkan. Mengapa pria bersikap demikian sebelum menghilang?
Fenomena *ghosting* ini semakin marak terjadi di era digital saat ini. Kehadiran media sosial dan aplikasi kencan mempermudah interaksi, namun juga mempermudah penghilangan diri tanpa konsekuensi langsung.
Ketakutan Menghadapi Konflik dan Penolakan
Menurut Lucy Rowett, pelatih seks dan hubungan, perilaku manis sebelum *ghosting* sering berakar dari ketidakmampuan menghadapi konflik dan ketakutan menyakiti perasaan orang lain.
Banyak orang, kata Rowett, tidak terlatih dalam cara menolak dengan baik dan santun. Akibatnya, mereka memilih menghilang daripada menghadapi situasi yang mungkin menimbulkan konflik atau rasa sakit bagi pihak lain.
Penyangkalan dan Sabotase Hubungan
Pria yang *ghosting* seringkali menunjukkan sikap baik menjelang akhir hubungan. Ini bukan tanda cinta sejati, melainkan bentuk penyangkalan terhadap konflik yang akan datang.
Banyak yang secara tidak sadar menyabotase hubungan agar pasangannya yang mengakhiri hubungan tersebut. Mereka menghindari tanggung jawab atas keputusan untuk mengakhiri hubungan.
Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif juga menjadi faktor utama. Banyak yang belum menguasai keterampilan komunikasi yang dibutuhkan dalam hubungan romantis. Perbedaan gender juga berperan; pria seringkali tidak mendapatkan pelatihan relasional yang sama dengan perempuan.
Harapan Palsu dan Usaha Terakhir
Alasan lain yang dikemukakan Rowett adalah harapan palsu yang ditanamkan pria pada dirinya sendiri.
Perilaku manis menjelang *ghosting* seringkali merupakan usaha terakhir untuk menutupi perasaan sebenarnya. Mereka berharap perlakuan baik akan mengubah situasi, meskipun sebenarnya mereka sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan.
Kesimpulannya, *ghosting* merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor psikologis dan sosial. Ketakutan akan konflik, ketidakmampuan berkomunikasi, dan harapan palsu seringkali menjadi pendorong perilaku ini. Memahami faktor-faktor ini penting untuk membantu baik korban maupun pelaku *ghosting* untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan bertanggung jawab di masa mendatang. Lebih banyak pendidikan tentang keterampilan komunikasi dan pengelolaan emosi dalam hubungan romantis dapat membantu mengurangi kejadian *ghosting* yang menyakitkan ini.